Jump To Conclusion

"hal terburuk dari sifat manusia
adalah segera melompat ke bab kesimpulan"
My Profesor

nah mungkin hal ini juga yang menghambat prosesi kuliah saya. bahkan hal ini selalu mengganggu pikiran saya. banyak orang yang merasa tahu tentang saya. lebih buruk lagi, saya merasa tahu mereka. Ha ha ha ... jadi ingin menertawakan diri sendiri.

tapi memang begitulah sifat kita sebagai manusia. terlalu cepat menyimpulkan. termasuk orang-orang terdekat saya. bahkan saya. : )

peace and love

Oemar Timbul

Pelayat dan Album Kenangan


Rembulan pucat bergaun hitam
Datang sebagai pelayat
Hadiri mataku
Menyusup diantara pupil mata
Untuk menyapa segala
Kenangan yang terselip diantara lidah dan rambutku

Segera rembulan itu hadir
Segenap rasa pada lidah usia
Maupun aroma pada hidung dan hidupku
Berkabung
dengan menyajikan hidangan (atau mayat) ingatan
Potret hitam putih
Pada sebuah album
Untuk kau buka lembar demi lembarnya

Bila hadir
Hadirlah
Cermati satu persatu potret itu
Ambil satu, bingkai dengan air matamu
Aroma doa kepasrahan
Yang terkapar tak terjawab Tuhan

O, para pelayat kenangan
Menjelma rembulan
Menjelma gumintang
Pada mataku yang malam
Rasuki hidupku yang lelap

2009

Dalam Kesendirian

to: Sember Lewer

beribu luka kugenggam sendiri berhari bulan bahkan tahun legam
memanggut setiap seruling dalam sunyi. ditiup angin
dari paruku terus menghirup hempas. ah, kuhempaskan segala
rasa tolol dan perhatian kalian. biarkan aku sendiri

dalam sendiri
rembulan pucat
malam kelam
hati mengiris mata
dan mata menyerah
dalam tiap tawa
bersama si bodoh Timbul

dan kata kata tolol akan meluncur dari gigir lidah waktuku
menghibur dalam tiap kata kata menguap lindap. dan hilang.
biarkan dalam kesendirian ini kucari cerminku sendiri.

2009

Bangunan Logika Dan Perasaan Massa Dalam Percaturan Langit

Logika dan perasaan adalah dua bagian dalam tubuh manusia yang terlampau berharga untuk dibuang. ia merupakan susunan tak terlewat dari hidup kita sebagai manusia. logika dan perasaan tersebut masing masing masih bisa di bagi menjadi dua bagian, dimana satu bagian adalah logika dan perasaan umum serta yang kedua adalah yang lebih bersifat ruhiyah atau logika dan perasaan 'langiti'(saya lebih suka menyebutnya demikian)

logika dan perasaan secara umum dapat di lihat dari sinetron-sinetron (yang makin hari makin mengerikan sekaligus menggelikan), film, bahkan berita politik negara kita. logika semacam ini mengingatkan saya pada sebuah cerita:

suatu hari seorang pelaut muda berlayar dengan pelaut tua. sang pelaut muda menantang pelaut tua ' hei pak tua, mari kita beradu cepat menyeberang selat ini'. sang pelaut tua hanya tersenyum, maka dimulailah perlombaan menyeberang selat tadi.sang pelaut muda langsung membelah ombak dan berlayar, sedangkan pelaut tua mengambil bekal dan malah makan-makan di pantai.

'usia tua memang membuat orang menjadi lambat' pikir sang pelaut muda. ia terus berlayar, sampai selang berapa lama badai menghantam, sang pelaut muda mengarahkan layar, mendayung cadik, serta serangkaian tindakan lain yang mengesankan. dalam waktu dua jam, sang pelaut muda telah kehabisan tenaga dan layar perahunya pun sudah patah. ia memutuskan untuk beristirahat dan memperbaiki layar.

tiga hari kemudian, dengan sisa-sisa tenaga dan bekal yang ada pelaut muda sampai juga di sebuah pulau. ia berhasil melintasi selat. 'ah kalau aku saja perlu tiga hari untuk menyeberang, pasti pak tua itu satu bulan. aku bisa beristirahat dulu di warung itu' kebetulan ada warung di tepi pantai. pelaut muda itu berjalan terhuyung, perutnya kelaparan dan tubuhnya benar-benar lelah.

sesampainya di warung ia begitu terkejut melihat pak tua sedang menyeruput kopi panas. tidak terlihat jejak-jejak kelelahan di mata dan tubuh pak tua itu. pelaut muda yang kaget itu tak bisa berbicara apapun, pak tua langsung berbicara dengan tenang dan menentramkan

"Nak, kamu datang untuk menaklukan laut dan laut yang menaklukanmu
sedangkan saya, orang tua ini datang untuk memeluk laut, maka laut menghantarkanku sampai di pulau ini lebih cepat"

belakangan diketahui bahwa pak tua itu duduk dan makan karena melihat burung camar yang beterbangan menepi. pertanda badai dan baru berlayar setelah badai reda.

nah, bangunan logika semacam ini seperti menggambarkan bangunan logika umum (pelaut muda: dengan tenanga, pikiran, dan energi besar bisa mencapai pulau lebih cepat) atau logika langit (pak tua: alam memiliki hukum sendiri, berdamailah dengan satu hukum untuk melampaui hukum alam yang lain)

begitu pula dengan perasaan. perasaan umum akan mengalahkan nilai, sedangkan perasaan langit akan mendahulukan nilai, walaupun terasa pahit saat memutuskannya. ini akan di bahas kemudian hari (kalau ingat... wkk)

Kita Dan Mimpi

kita lahir di bumi
meminjam tubuh
ruh serta seluruh jiwa
untuk sebuah tujuan
yang tak juga kita yakini

menjaring musim
seperti nelayan
menjaring ikan
dan ikan itu
semakin musnah
ke lubuk entah
seperti mimpi
yang terbakar
api dari mataku

kita lahir di bumi
meminjam segala
bahkan kata-kata
untuk melukiskan
seluruh rasa
luka,cinta, duka
pada lidah kita
yang patah

namun terus mencari
seperti pengembara
pada gurun yang entah ini
kita dan mimpi
memang tak selalu bertemu
tapi selalu
ada

Kelopak Mata Dan LEmbayung Senja

setiap kali kelopak mata terbuka
dunia ikut membuka mata bagi kita
dan kalau kita menyimpan segala
dari sepotong senja
senjapun akan menyimpan segala
dari hidupmu pada lembayungnya
di barisan nisan berkamboja
tepian aspal itu...

Doa dan Debu

doa yang meluncur
melalui lidah kita
malam ini
telah menjelma
menjadi semburat sinar
melesat melampaui mega
untuk menyampaikan
hidupmu
yang terlewat dari hidupku

kita telah lama
menjalani hari dan hati
hingga doa itupun
tak sanggup menyatukan
setiap genggam debu
yang telah terbang
ditiup angin takdir
maka doaku itu
telah menjadi cahaya
bagi debu dari jasadmu
terhempas dari jiwaku

selamanya
selamat tinggal

Alangkah Tololnya Kita

pasukan-pasukan disiapkan
dalam ceruk gelap jantung kita
dibasuh dengan api dan air
dari tiap doa
yang meluncur dari lidah
setiap sujud, duduk, dan berdiri

setiap saat

pada rusuk yang lengkung
kita tambatkan sementara
segenap onta dan kuda sangurdi
sembari mengepulkan asap
untuk memanggang dosa
serta belang pada tubuh
sekian lama kita pupuk
sebelum keberangkatan

sebelum terlambat

kita bergegas
tapi tidak tergesa
sebab pasukan yang tersusun
menjalani berhari hari sunyi
tanpa kekasih hati
cuma dingin, nyeri, dan luka
di ulu hati
menuju medan perang
tanpa kepastian kepulangan

tanpa jaminan

maka ketika padang itu terlapang
musuhpun menjelma ribuan sosok
hingga ringik kuda serta lenguh onta
menggetarkan ranting-ranting patah
sekejap sebelum debu-debu berhamburan
menjadi awan di kaki langit

menjadi mawar gurun

betapa kita akan kecewa
menemui wajah musuh yang juga kecewa
sebab musuh itu
bukan siapa-siapa

melainkan kita sendiri
dari masa silam
penuh belang-belang dosa
dan kejahiliahan

alangkah tololnya kita


2009

Beberapa Pesan Tentang Pemikiran dan Perasaan

belakangan ini banyak lagu yang cukup terngiang di telinga saya walaupun jujur selama ini tidak terlalu menyukai lagu. lagu dari hijau daun tentang 'suara dengarkanlah aku' yang mengingatkan saya pada masa kejahiliahan, 'hidupmu hampa'-nya siapa ya lupa he he.. yang jelas cukup menjadi pikiran.

keduanya seolah mengingatkan kita pada satu frase dimana kesendirian menjadi momok yang mengerikan. walaupun kalau boleh bilang, saya paling menyukai kesendirian dibandingkan yang lain. dibandingkan dengan tertawa bersama teman-teman KKN (Moef, Tguh, Irm, Ri2s, Feni, dkkl), komparasi (braminto, amir, magadhon, profesor, donaldduck), teman laboratorium (ilhm, mb dini, weks, satub, ali, lee, arf), teman-teman SAT, Tim Syiar, ADz, lingkaran Hadist, ataupun yang lain....

mengapa mereka seolah tak mampu menikmati sepi? apa karena ingin melarikan diri dari setiap ingatan masa silam yang menghantui? atau memang kenapa?

betapapun begitu, kita musti terpaksa terjun kepda keramaian untuk menyebarkan kata-kata langit.

Kisah Para Jemari

Jemari kita senantiasa
menjelma juluran lidah
untuk mengucapkan kata
berupa huruf dan gambar
pada kertas suci ini
dimana setiap huruf
menjelma pisau terasah
yang mengiris lidah kita
sekerat demi sekerat
hingga kita menjadi bisu

bisuku disini
bisumu disana
saling melemparkan pertanda
tak akan mampu kutafsir
hanya dengan mata ini
sebab betapa lemahnya pandang
ketika kabut turun
mengental di kelopak
dan mereka
jemari kita muncul dari saku
untuk menuangkan tafsir hati
pada kertas lusuh
sesobek koran

namun, senantiasa bisa terasa
karena memang jemari kita
lebih lincah mengungkap kata
dari pada lidah

Puisi dan Motivasi

betapapun kita telah mengunjungi dunia ini berulang kali. ketika kita bangun dari tidur, mata kita yang menyala seiring dengan matahari subuh. kita tak akan pernah mengetahui kemana kita akan berlabuh.

Puisi dengan serangkaian sebutan lainnya: pantun, sajak, sanjak, syair, soneta, dkk merupakan salah satu bagian dari peningkatan kejiwaan kita. dengan syair yang menggugah serupa tulisan Iqbal tentang cinta, tulisan RUmi tentang tazkiyah, tulisan buya Hamka tentang islam dan kenegaraan, tulisan Amir Hamzah tentang tuntunan hidup sampai tulisan-tulisan liar yang menyatakan pandangan hidupnya: kita dapat mengambil semangat / motivasi didalamnya. sebagaimana seorang Umar Bin Khattab mengatakan "ajarilah anakmu dengan sastra, kalau dia penakut niscaya akan menjadi pemberani"

selain itu muncul juga dari alam jiwa kita ketika mulai menulis puisi serupa kegundahan, tolok ukur, pikiran, serta nilai-nilai diri yang terus kita jaga. ini akan benar-benar membebaskan.

meskipun demikian, syair, puisi, sajak, sanjak, pantun,dkk tidak akan memberikan apapun, bahkan hanya akan _maaf_'nyampah'kalau tidak dilandasi tujuan yang jelas. hanya mengumbar perasaan tanpa solusi, kekeruhan, dan serangkaian gambaran lain. ada juga yang mengatakan sastra itu wahana kebebasan termasuk pornografi, maka bagi mereka saya hanya mendoakan semoga dapat di luruskan. atau sekalian dipatahkan...

maaf kalau menyinggung...he he he

ambisi dan akselerasi

kata ambisi senantiasa dihubungkan dengan permasalahan psikologis. ia lebih menjurus pada ketidak tenangan jiwa pada sesuatu. ketidaktenangan tersebut terus menerus menggerus pikiran sehingga melelahkan dan pada akhirnya akan mengakibatkan banyak gangguan kejiwaan. entah ia akan menjadi pemarah, sensitif, atau bahkan mengalami penyakit psikosomatis.

saya tidak mengetahui banyak hal mengenai ini. betapapun seorang Niefha, Yulifia, Afrida, Abi Kresna, Abi Khobsin, Nafis Mudrika lebih mengetahui penjelasan lebih detailnya. namun, ada juga yang beranggapan bahwa ambisi itu sangat diperlukan dalam akselerasi keimanan dan keislaman seseorang.

pendapat tersebut meluncur dari jemari tangan seorang Abdullah yang biasa di panggil dengang Imam Syafii. Beliau memaparkan bahwa sesungguhnya untuk mempercepat keislaman seseorang ia membutuhkan enam hal, diantaranya adalah:
1. cita-cita tinggi
2. ambisi
3. modal infestasi harta
4. keakraban dengan ulama

hal yang sangat menarik adalah kata ambisi disebutkan dalam enam hal yang dibutuhkan untuk akselerasi keilmuan tersebut. seorang Fatan Fantastik pernah menyampaikan bahwa dalam mempercepat/ akselerasi keislaman seseorang ia membutuhkan ambisi yang kuat seperti seorang Abu Hurairah. ia mencukupkan diri dengan ambisi untuk melayani rasulullah dan menghapalkan sebanyak mungkin hadist. hasilnya ia menjadi penghapal hadist paling banyak walaupun hanya empat tahun bersama nabi.

ada banyak hal yang dapat dipaparkan pada kesempatan ini, namun saya akan mengakhiri ombrolan ini dengan satu pertanyaan:

apa cita-cita kita dan apa ambisi kita untuk mewujudkannya?


*pada kesempatan ini saya sangat berterimakasih kepada seseorang yang dengan sesuatu yang ia tinggalkan berupa ambisi yang besar. seperti Nobunaga, Hideyoshi, atau Ieyasu.(Novel Taiko bagus banget untuk refferensi)

Kisah Sebuah Kapal

Tali pancang telah diputus
Jangkar diangkat
Sauh layar terkembang
Nakoda berteriak girang

Sambut lautan kehidupan
Pecahkan karang
Belah puncak gelombang

Teriakanku disini
Teriakanmu disana
Menyatu di tengah-tengah
Hingga lebam mata kita
Mengayuh lautan airmata
Pada perpisahan sementara

Sambut lautan kehidupan
Terjang badai menghantam
Kita bakal sampai daratan
Tempat mimpi-harapan
Menjadi kenyataan

Kataku dan katamu
Kita berkata-kata pada muka
Yang bias oleh air mata
Sebab tahu, kemudian berjumpa
Pada tanah harapan sana
Di ladang perburuan abadi

Firdausnya mimpi
Firdausnya harapan
Saudara-saudariku
Sebentar berpisah di sini kita
Mari berjuang menghalau gelombang
Menuju tanah harapan

2009